DARAH SEGAR DICAKAR JUDOL: ANAK 10 TAHUN DEPOSIT RP2,2 MILIAR, KECANDUAN BERUJUNG MAUT!

NASIONAL || Frustasi, depresi, hingga bunuh diri kini menjadi momok mengerikan yang mengintai para pecandu judi online (judol). Yang lebih mencengangkan, korban tidak hanya berasal dari kalangan dewasa. Data terbaru PPATK mengungkap fakta mengejutkan: anak-anak berusia 10-16 tahun telah menyetor deposit judol lebih dari Rp2,2 miliar pada kuartal pertama 2025. Angka ini kian mencekam di kelompok remaja 17-19 tahun yang mencapai Rp47,9 miliar, sementara usia 31-40 tahun mendominasi dengan Rp2,5 triliun.

 

Tragedi ini diperparah oleh profil pemain judol. Sebanyak 71,6% di antaranya berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan dan terjerat pinjaman ilegal di luar perbankan. “Ini bukan sekadar statistik, melainkan pemicu konflik rumah tangga, prostitusi, dan jeratan pinjol,” tegas Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Kemudahan akses melalui platform digital menjadi jerat mematikan, terutama bagi generasi muda yang terpikat janji “kemenangan instan”.

Baca juga:  Seluruh Jajaran Satreskrim Polres Gresik Tes Urine, Hasilnya Negatif 

 

Ivan menegaskan, pemerintah tak boleh lagi toleran. “Kita tidak akan membiarkan dampak sosial judol terjadi. Sudah banyak nyawa hilang, usaha bangkrut, dan anak putus sekolah,” ujarnya melalui Instagram resmi @ppatk_indonesia, Selasa (12/8/2025). Ia mengungkap sistem judol dirancang agar pemain selalu kalah, menyisakan kerugian materi sekaligus belenggu kecanduan yang berujung stres hingga depresi.

Baca juga:  FSGI Kecam Kasus Kekerasan Guru yang Celupkan Tangan Siswa ke Air Mendidih

 

Banyak korban mulai bermain “sekadar iseng” atau meminjam dana darurat, namun tersedot ke lubang hitam masalah hanya dalam hitungan minggu. Tak jarang, jalan buntu ini berakhir pada tindak kriminal seperti pencurian, penipuan, bahkan aksi bunuh diri. “Kisah tragis selalu berawal dari coba-coba,” tambah Ivan.

Baca juga:  Isu Kelangkaan LPG di Jawa Timur, Polres Malang Peringatkan Agen Jangan Nakal

 

PPATK mendesak sinergi mendesak antara penegak hukum, regulator, sektor keuangan, dan pelaku teknologi untuk memutus jaringan pencucian uang digital. “Penindakan harus menyasar bandar dan pelaku pencucian uang, bukan hanya kaki tangan di lapangan,” tegas Ivan. Negara juga diminta memperketat pengawasan rekening bank agar tak disalahgunakan pelaku kejahatan, dengan jaminan rekening yang diblokir 100% aman dan dapat dipulihkan.