LINTAS9 || Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen tanah kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gresik pada Kamis (18/9/2025). Persidangan yang berlangsung hingga malam hari tersebut menghadirkan empat orang saksi kunci, termasuk Tjong Cien Sing yang mengaku di depan majelis hakim tidak kenal dengan dua terdakwa yakni Resa Andrianto dan Adhienata Putra Deba. Tjong Cien Sing sebagai pelapor sekaligus pemilik sah lahan yang dipersengketakan dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Sarudi, SH.
Kasus ini berawal ketika sebagian tanah milik Tjong Cien Sing seluas 2.000 m² lebih di Desa Manyarejo, Gresik, diduga dipagar secara tidak sah oleh pihak lain dan kini dikuasai oleh PT. Kodaland Inti Properti. Tjong mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, ia dihubungi oleh Parurian Jackson, yang diketahui sebagai adik dari Ng Ek Sing (pemilik PT Kodaland) serta Charis Wicaksono (karyawan PT Kodaland), untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 149 kepada seorang bernama Budi di kantor PPAT dimana Resa bekerja.
Salah satu saksi, Rochiatul Jannah atau Ica, mengaku bahwa ia mengambil SHM ke BPN atas perintah Budi Riyanto. “Saya mengambil SHM karena disuruh Pak Budi Riyanto, dan saya kira itu pekerjaannya Pak Budi, bukan pekerjaannya Resa. Itu sebabnya saya tidak melaporkan kepada Resa,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa pada saat pengambilan dokumen, Resa tidak berada di tempat.
Novie Daniah, saksi lainnya, mengaku menerima SHM asli serta fotokopi KTP dan KK dari Tjong Cien Sing pada 5 Juni 2023. “Saat itu, Tjong Cien Sing datang ke kantor dan bertemu dengan Pak Budi. Resa sedang tidak ada, dan Pak Budi yang berada di ruangan Resa menyuruh Tjong untuk menyerahkan dokumen kepada saya,” jelas Novie. Ia mengaku telah mengonfirmasi hal ini kepada Resa, namun hal tersebut dibantah melalui bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan bahwa Novie tidak menjelaskan maksud sebenarnya dari legalisasi dokumen tersebut.
Sekretaris Desa Manyarejo, Muhammad Lutfi, memberikan keterangan yang sangat penting untuk mengungkap alur peristiwa. Ia menegaskan, “Yang membawa Gambar Ukur ke Kantor Desa itu adalah Charis Wicaksono, bukan Deva.” Lutfi juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal dan tidak pernah bertemu dengan salah seorang terdakwa, Resa. “Sewaktu Charis datang ke Kantor Desa untuk meminta tanda tangan, tidak ada Deva maupun Resa yang hadir saat itu,” jelasnya. Lutfi mengaku hanya mengenal Charis sebagai perwakilan PT Kodaland yang sering mengurus perizinan.
Selain itu, informasi dari seorang narasumber di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang tidak ingin disebutkan namanya menyatakan bahwa institusinya hanya memproses permohonan yang telah memenuhi kelengkapan administrasi. “Permohonan berkas yang sudah lengkap administrasi akan diproses sesuai prosedur yang ada. Mengenai tandatangan palsu atau tidak, itu di luar kontrol BPN,” ujar sumber tersebut.
Hakim Sarudi, SH yang memimpin sidang kemudian menyarankan opsi restorative justice (RJ) untuk menyelesaikan perkara ini, mengingat kompleksnya persoalan dan adanya pihak-pihak yang tidak secara langsung terlibat dalam pemalsuan dokumen. Sidang akan dilanjutkan pada tanggal yang akan ditentukan. (Ernie)









