Ontologi dan Literasi Digital dalam Era Society 5.0: Menghadapi Kemajuan AI dengan Bijak

NASIONAL || Penggunaan kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligent) yang semakin marak dewasa ini, merupakan bukti nyata bahwa kita telah memasuki era society 5.0.

Penempatan manusia sebagai objek atas berbagai manfaat yang diberikan oleh teknologi merupakan bentuk dari konsep utama yang diusung pada era tersebut.

Bila kita menoleh ke belakang pada awal era industri, konsep era society 5.0 tentu memiliki perbedaan yang signifikan dengan tujuan awal diciptakannya teknologi untuk mempermudah kehidupan manusia.

Sebagai contoh, kemajuan AI telah menciptakan perubahan baru dalam dunia pendidikan.

Saat ini berbagai kalangan pelajar dapat mengakses AI untuk membantu menyelesaikan tugas sekolahnya.

Pelajar dapat lebih bereksplorasi dalam mengerjakan tugasnya, karena AI mampu menjadi wadah diskusi akan ilmu pengetahuan. Namun, dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh AI tersebut, tentu tidak menutup kemungkinan bahwa pasti terdapat dampak buruk yang dimilikinya.

Salah satunya dapat digambarkan dengan penggunaan AI yang sering kali menjadi pelarian pelajar di kala tugas kuliah telah mendekati tenggat waktu. Tugas yang dikerjakan tanpa dikoreksi ulang, tanpa disadar dapat menghambat kemampuan berpikir kritis pada pelajar karena hanya bergantung pada kecanggihan AI.

Baca juga:  Liburan Hemat Itu Bisa, Berikut Beberapa Tipsnya

Hidup di era society 5.0 memang telah memberikan banyak manfaat terhadap kehidupan kita, tetapi perlu diingat bahwa kita tidak boleh terlalu bergantung padanya.

Seperti contohnya, berbagai keuntungan yang telah ditawarkan oleh AI bukan berarti manusia tidak bisa hidup oleh teknologi.

Di samping itu, prediksi-prediksi yang muncul terkait kecanggihan AI akan dapat menggantikan posisi manusia tentu tidak selayaknya menjadi kekhawatiran bagi kita.

Kecerdasan yang dikaruniai oleh Tuhan dalam otak manusia tentu tidak dapat dibandingkan dengan AI sebagai bentuk ciptaan dari manusia, sama halnya jika kita membandingkan suatu karya ciptaan AI dengan karya yang bersumber dari pemikiran kreatif manusia secara oriental.

Oleh karena itu, jika kita ingin kecanggihan teknologi tidak mengancam manusia sebagai penciptanya sendiri, maka hendaknya kita benar-benar menguasai dan menggunakan teknologi dengan bijak.

Jadi, bukan teknologi yang mengendalikan manusia sebagaimana konsep yang diusung oleh era society 5.0, melainkan manusia yang sepenuhnya mengontrol teknologi.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Andrew Keen, menjadi manusia di dunia digital adalah tentang membangun dunia digital untuk manusia.

Baca juga:  Ketika Kekerasan Pada Anak Menyelinap ke Sekolah

Bentuk upaya yang dapat dijalankan untuk merealisasikan hal tersebut adalah dengan mengasah kemampuan literasi digital.

Paul Gilster berpendapat bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi melalui berbagai sumber yang dapat diakses melalui perangkat komputer.

Seseorang yang memiliki kemampuan literasi digital yang baik, maka ia akan mampu mengelola dan memanfaatkan teknologi dengan baik pula. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemahaman mengenai ontologi dalam filsafat ilmu dapat menjadi pendekatan yang tepat guna membangun kesadaran akan literasi digital.

Secara singkat, ontologi membahas tentang eksistensi dan sifat-sifat entitas yang ada. Dalam konteks literasi digital, ontologi dapat berperan sebagai batu tumpuan untuk memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan mampu mempertanyakan asumsi-asumsi dari informasi yang kita temui.

Melalui pemahaman ontologi, manusia dapat mengembangkan pemikiran kritis dalam menghadapi arus digital yang luas dan cepat selayaknya dalam era society 5.0.

Bila dikaji berdasarkan pendekatan Ilmu Hubungan Internasional, era society 5.0 dengan kemunculan AI mampu membawa perubahan signifikan dalam dinamika hubungan antar negara dan aktor-aktor internasional.

Baca juga:  sejuta manfaat minum air putih untuk kesehatan

Hal tersebut telah meliputi dalam berbagai aspek, seperti keamanan internasional, kebijakan luar negeri, hingga cara berkomunikasi.

Pemahaman ontologi dapat memudahkan kita dalam mengevaluasi implikasi terkait dampak yang diberikan AI terhadap hak asasi manusia, kestabilan global, dan privasi.

Sebagai generasi yang hidup di era society 5.0 yang diwarnai oleh kemajuan dari AI, penting bagi kita untuk memahami peran ontologi dari filsafat ilmu demi kesadaran literasi yang mendalam.

Dengan begitu, kita dapat memahami bagaimana hakikat dari penciptaan AI serta mampu mengambil keputusan yang bijak dalam menggunakannya.

Mari kita menggunakan teknologi sebagai alat yang memperkaya serta mendukung kehidupan kita, sembari menjaga keterampilan dan kemampuan manusia yang tak tergantikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna.

Dengan meningkatkan kecerdasan literasi dan pemahaman ontologi, kita dapat menjadi generasi yang kritis, cerdas, dan bertanggung jawab dalam menghadapi berbagai tantangan yang dilemparkan di era society 5.0 dalam jalan kehidupan.