NASIONAL || Pemutaran perdana film animasi “Merah Putih One For All” di XXI Ciputra World Surabaya pada Kamis (14/8/2025) terpantau sepi pengunjung. Film yang hanya mendapat jatah tayang selama 5 jam itu hanya menarik sekitar 30 penonton pada sesi pukul 18.15 WIB, dengan kursi kosong masih mendominasi ruangan.
Meski bertema nasionalis tentang persahabatan dan cinta tanah air, reaksi penonton selama pemutaran justru didominasi oleh gelak tawa dan komentar spontan terkait kualitas teknis. “Kok bisa orang nembus daun,” ujar salah satu penonton menyoroti animasi yang dianggap kurang sempurna. Kurniawan, penonton lain, mengkritik keras karakter animasi yang terlihat kaku dan banyak frame berulang. “Sakit banget di telinga selama nonton,” keluhnya, menambahkan bahwa suara latar yang terlalu kencang sangat mengganggu kenyamanan.
Linda, penonton lainnya, menyayangkan alur cerita yang dinilainya tidak masuk akal dan konflik yang sepele. “Enggak nyambung aja. Tidak ada masalah yang buat haru, padahal pesannya cinta Tanah Air. Konfliknya sepele banget, enggak masuk akal. Tim lupa bawa air dikemas tegang dan sedih,” ungkapnya. Ia juga menggaransi adegan pengibaran bendera, “Waktu pengibaran bendera, talinya macet, tiba-tiba ada yang manjat, aneh banget.”
Namun, tidak semua penonton bereaksi negatif. Albertino, seorang mahasiswa, justru mengapresiasi sisi menghibur film meski mengakui ketidaksempurnaan teknisnya. “Mahasiswa pusing jadi carinya komedi, hiburan. (Tahu kalau ini jadi polemik) tapi mungkin itu (teknik) marketing biar filmnya berhasil,” ujarnya sambil tertawa.
Momen paling emosional terjadi saat adegan pengibaran bendera Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Saat itu, seluruh penonton serentak berdiri memberi hormat dan mengabadikan momen dengan ponsel. Acara ditutup dengan tepuk tangan meriah menyambut tulisan “Dirgahayu 80TH Kemerdekaan Republik Indonesia” di layar.
Film yang sempat menjadi perbincangan hangat netizen karena kejanggalan pada trailernya ini, menurut Endiarto Sutradara dan produser eksekutif, memang digarap dengan modal sangat minim. Endiarto sebelumnya menyebut film ini dibangun dengan “biaya terima kasih,” yang menjadi salah satu alasan slot penayangannya di bioskop sangat terbatas. Pemutaran perdana yang sepi di Surabaya ini menjadi tantangan awal bagi film animasi nasional bertema kemerdekaan tersebut.