Banyuwangi, 4 Juli 2025 – Malam yang kelam menyelimuti Selat Bali ketika Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya tengggelam pada Rabu (2/7/2025) sekitar pukul 23:35 WIB, hanya 25 menit setelah berangkat dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kapal yang mengangkut 65 orang, terdiri dari 53 penumpang dan 12 kru, serta 22 kendaraan, diduga tenggelam akibat kebocoran mesin yang menyebabkan pemadaman total (blackout) dan kapal terbalik. Hingga kini, tragedi ini telah merenggut setidaknya lima nyawa, dengan 31 orang selamat dan 30 lainnya masih dalam pencarian.
Kronologi Kejadian
Menurut laporan resmi dari PT ASDP Indonesia Ferry dan Badan SAR Nasional (Basarnas), kapal berangkat pada pukul 22:56 WIB. Sekitar pukul 23:20 WIB, kru melaporkan kebocoran di ruang mesin melalui saluran radio, diikuti oleh pemadaman total pada pukul 23:35 WIB. Tak lama kemudian, kapal terbalik dan hanyut ke arah selatan, pada koordinat -08°09.371′, 114°25.1569′. Kondisi cuaca buruk dengan gelombang setinggi 2-2,5 meter, angin kencang, dan arus kuat di Selat Bali mempersulit operasi penyelamatan.
Upaya Penyelamatan
Tim SAR gabungan, termasuk Basarnas, TNI AL, Polairud, KSOP, dan nelayan setempat, mengerahkan sembilan kapal, drone, dan helikopter untuk mencari korban. Hingga Kamis (3/7/2025) sore, 31 penumpang berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat, sementara lima korban ditemukan meninggal dunia dan dibawa ke RSUD Negara, Jembrana. “Kami memperluas pola pencarian karena arus kuat dan gelombang tinggi,” ujar Nanang Sigit, Kepala Kantor SAR Surabaya. Pencarian masih berlangsung intensif untuk menemukan 30 penumpang yang hilang.
Cerita Korban Selamat
Salah satu penumpang selamat, Eka Toniansyah dari Banyuwangi, menceritakan detik-detik mencekam saat kapal mulai miring. “Penumpang panik, berebut pelampung. Saya selamat karena sempat naik sekoci darurat,” katanya. Korban selamat lainnya, Suyit, menyebut kejadian berlangsung sangat cepat tanpa peringatan darurat yang jelas, membuat banyak penumpang terjebak. Jaket pelampung menjadi kunci kelangsungan hidup bagi beberapa korban.
Faktor Penyebab dan Sejarah Kelam Selat Bali
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sedang menyelidiki penyebab pasti kecelakaan ini. Dugaan awal menunjukkan kebocoran mesin sebagai pemicu utama, diperparah oleh kondisi cuaca ekstrem. Selat Bali memang dikenal memiliki arus kuat dan gelombang “maling” yang berbahaya. Insiden ini bukan yang pertama; pada 2021, KMP Yunicee tenggelam di rute yang sama akibat kelebihan muatan dan stabilitas buruk, menewaskan 11 orang. KMP Rafelia II juga tenggelam pada 2022 karena modifikasi pintu rampa yang memungkinkan air masuk.
Respons Pemerintah dan Imbauan
Kementerian Perhubungan menyampaikan duka mendalam dan berjanji berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penanganan cepat. “Kami mengedepankan keselamatan jiwa dan terus mendukung operasi SAR,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Muhammad Masyhud. Masyarakat diimbau menghubungi posko informasi di Pelabuhan Ketapang untuk kabar terkini dan melaporkan informasi tentang korban.












