Soroti Isu Penundaan Pemilu 2024, Yusril Ihza Mahendra : Ini Benturan Konstitusi dan Undang-undang.

JATIMTIME.COM – NASIONAL ||Isu wacana penundaan Pemilu 2024 yang berimbas pada perpanjangan masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD mendapat sorotan dari pengamat tata negara, Yusril Ihza Mahendra karena dianggap menabrak konstitusi.

 

“Usulan penundaan Pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang. Sebagai negara hukum, kita wajib menjunjung hukum dan konstitusi. UUD 45 tegas mengatakan, Pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Undang-undang juga demikian,” kata Yusril, Jumat (25/2).

Baca juga:  Perkembangan Kasus Panji Gumilang, Kapolri : Masih Terus Berproses

 

Jika ingin memaksakan penundaan Pemilu, maka harus dilakukan Amandemen UUD 1945. Tapi, langkah ini menyisakan masalah besar bagi Indonesia.

 

“Amandemen UUD 45 menyisakan persoalan besar bagi bangsa kita, yakni kevakuman pengaturan, jika negara menghadapi krisis seperti Pemilu yang tidak dapat diselenggarakan,” jelas Yusril dalam keterangannya, Jumat (25/2).

 

Dia mengaku tak mempersoalkan usulan penundaan Pemilu. Tapi sebaiknya, harus diikuti alasan hingga solusi yang logis, untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya masalah di kemudian hari.

Baca juga:  Gunakan Produk Dalam Negeri untuk Pacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional

 

“Kalau asal tunda Pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ini bisa memungkinkan adanya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan,” beber Ketua Umum PBB itu.

 

Yusril juga mempertanyakan lembaga apa yang berwenang, untuk mengesahkan penundaan Pemilu. Begitu pula dengan perpanjangan masa jabatan presiden, anggota DPR hingga DPD.

Baca juga:  Lewat Stand Up Comedy, Polisi Siap Terima Kritik dari Masyarakat

 

“Keadaan seperti ini harus dicermati betul. Karena ini potensial menimbulkan konflik politik, yang bisa meluas ke mana-mana. Sementara tidak ada satu lembaga apa pun, yang dapat memperpanjang masa jabatan presiden atau wakil presiden. Atau menunjuk seseorang menjadi pejabat presiden seperti dilakukan MPRS pada tahun 1967,” pungkas Yusril. (mldn)