Belakangan ini marak judi online di tengan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi digital. Salah seorang remaja yang menjadi korban judi online adalah Fikri.
Fikri menyampaikan awalnya dia mengenal judi online. “Kisah ini berawal ketika suatu siang saya sedang kumpul dengan teman-teman saya mereka sedang bermain slot,” kata Fikri dalam unggahan di akun TikToknya.
Fikri mengaku sebenarnya dirinya tidak hobi berjudi. Namun, teman-teman menggoda dan merayunya.
“Saya sampai akhirnya saya pun terbujuk. Dan saya mendapatkan uang sejumlah Rp100 ribu,” ujarnya.
Akan tetapi, setelah hampir setengah jam bermain saldonya pun habis. Namun, teman menyarankan agar dirinya kembali mendepositkan uang dengan dalih bahwa depot yang ke-2 pasti untung.
“Saya pun dengan polosnya percaya. Namun, kenyataannya justru saya kalah lagi. Uang saya Rp200 ribu hilang dalam sekejap,” ucapnya.
Setelah kekalahan itu, ia mengaku banyak melamun memikirkan uangnya yang hilang dengan sekejap. “Makan nggak enak, rokok hambar, semua ini gara-gara judi online.Saya sarankan kepada rekan-rekan untuk menghindari judi online,” kata Fikri.
Tak hanya remaja, sejumlah anak usia sekolah dasar ditenggarai kecanduan judi online. Hal itu seperti disampaikan Anggi yang memiliki seorang anak SD.
“Saya punya anak kelasa 5 SD awal-awalnya dulu waktu pandemi saya kasih handphone. Karena dulu belajar online,” kata Anggi kepada Pro 3 RRI.
Namun, kata dia, belakangan anaknya kecanduan permainan online yang berbuntut praktik judi. Akhirnya, Anggi membawa anaknya ke psikiater untuk menangani judi online tersebut.
“Saya ke psikiater mengatasi. Saya ingin mengetahui bagaimana menanganinya,” ujarnya.
Ia menyayangkan mahalnya untuk pergi ke psikiater. Selain itu, sekolah juga tidak bisa berbuat apa-apa dengan judi online yang dialami para peserta didik.
“Ini perlu mitigasi agar game online dan judi online tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi anak melakukan judi
Fenomena ini, mendapat perhatian Spesialis Kedokteran Jiwa Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti. Menurutnya, kecenderungan anak melakukan judi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
“Diantaranya rasa ingin tahu anak remaja yang besar, teknologi yang berkembang dengan cepat. Serta perkembangan emosi yang tidak berdampingan dengan perkembangan pengendalian diri,” kata Kristiana.
Selain itu, ujarnya, kesalahan pola asuh orang tua yang bersifat otoriter juga meningkatkan risiko anak melakukan judi. Kemudian hal tersebut menyebabkan anak remaja pada umumnya memiliki sifat impulsif.
“Sehingga mereka dengan cepat mencari kenyamanan di internet untuk mengurangi perasaan tidak enak,” ujar Kristiana yang juga Kepala Divisi Psikiatri Adiksi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Menurutnya, di permainan itu ada fitur gambling (judi) juga. Ini harus menjadi perhatian orang tua.
“Gacha system (mekanisme pembelian barang di gim video yang bersifat untung-untungan) itu gambling loh,” kata Kristiana. Berdasarkan penelitiannya pada 2019, kata dia, sekitar 30 persen anak remaja dengan usia 10-18 tahun di Jakarta mengalami adiksi internet, termasuk bermain video gim, taruhan, sosial media, bahkan pornografi.
Dia menilai orang tua perlu memiliki pola asuh yang baik supaya anak remaja tidak terjerumus ke dalam dunia judi. Salah satunya adalah dengan tidak mudah memberikan sesuatu kepada anak supaya tidak menciptakan pola pemikiran yang ingin serba instan.
“Karena yg rusak reward system dalam otak anak remaja, ingin semuanya secara gampang. Jadi anak remaja harus dididik untuk memiliki coping skill yang bagus, sehingga resiliensinya bagus,” ucapnya.
Kristiana menambahkan orang tua juga perlu memberikan pujian dan tidak mengkritik secara berlebihan. Salah satu hal yang menarik anak remaja untuk bermain video gim, menurutnya, adalah penghargaan atas apa yang telah dicapai dalam gim itu.
Selanjutnya, Menkominfo take down puluhan ribu judi online
Maraknya judi online ini membuat pemerintah bergerak cepat. Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan, Kemkominfo telah melakukan takedown atas 971.285 konten dan situs judi online.
Kemkominfo juga menemukan 1.931 rekening yang diduga terkait dengan judi online. Kemkominfo terus berupaya membatasi ruang gerak pelaku judi online dengan melakukan takedown atas konten judi di media sosial serta melakukan pemblokiran situs tersebut.
“Kami ingin membuat supaya suasana atau ekosistem judi online tidak nyaman buat mereka, biar aja mereka bikin lagi kita tutup lagi, mereka buat lagi kita tutup lagi,” ujarnya. Hingga 17 September 2023, pihak perbankan dan platform digital telah melakukan pemblokiran terhadap 1.450 rekening dan 1.005 e-wallet.
Menkominfo, Budi Arie Setiadi mengatakan seluruh upaya ini untuk mempersulit pelaku judi online kembali melakukan aksinya. Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kita berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk sistem pembayarannya, dengan OJK untuk mengawasi perbankannya, kalau semuanya kita sudah enggak bisa dipakai, mau pakai apa dia,” ucapnya.
Tak hanya, Kemkominfo, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sepanjang tahun 2023 telah memblokir 1.000 rekening judi online (judol) di Indonesia. Yang mengejutkan, transaksi judol di tahun 2023 itu menembus ratusan triliun rupiah.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, transaksi judol setiap tahunnya terus meningkat. Pada 2023 ini, transaksi ‘uang haram’ itu meningkat pesat.
“PPATK sudah memblokir lebih dari 1.000 rekening terkait dengan judol ini. Dari sisi transaksi (judi online) iya (meningkat setiap tahun),” kata Ivan dalam keterangan persnya, Sabtu (30/9/2023).
Ivan membeberkan, total transaksi judol pada awal tahun sampai saat ini mencapai Rp200 triliun. Jika tidak diberantas cepat, transaksi judol itu bisa melesat cepat bak roket.
Lebih jauh, Ivan mengungkapkan, pihaknya tengah menganalisis lebih dari 159 juta transaksi. Bahkan transaksi-transaksi ini memiliki nilai lebih dari Rp160 triliun.
“PPATK sedang menganalisis lebih dari 159 juta transaksi. Dengan nilai lebih dari Rp160 triliun terkait dengan judi online,” ucap Ivan.
Upaya penegakan hukum dilakukan Polri. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkapkan total 866 tersangka judi online yang ditangkap sepanjang tahun 2022 hingga 30 Agustus 2023.
Rinciannya, sepanjang 2022 terdapat 760 tersangka ditangkap. Sedangkan sejak awal tahun hingga 30 Agustus 2023 kemarin sudah ditangkap 106 tersangka.
Kerja Polri dalam menangani judi online ini patut diapresiasi. Namun, dalam penanganan judi online ini tidak cukup sampai di situ.
Kemkominfo berkomitmen memutus mata rantai judi online di Indonesia. Menurut Usman, dalam memutus mata rantai judi online, pihaknya melakukan take down (menurunkan) dan pemblokiran konten-kontennya.
“Dalam waktu yang tidak terlalu lama ini, sejak Januari sampai September 60 ribu konten judi online sudah kita take down, dalam rangka memutus suplai,” ujarnya kepada Pro 3 RRI, Rabu (29/11/2023).
Selain itu, kata Usman, pihaknya juga melakukan edukasi mengenai bahayanya judi online tersebut. Hal itu dilakukan melalui pencegahan-pencegahan di sekolah.
“Pencegahan dilakukan dengan datang ke sekolah-sekolah. Memang kita belum menyasar sekolah SD dan SMP, sekarang ini yang kita sasar sekolah SMA dan SMK,” kata Usman.
Selanjutnya, upaya mengatasi judi online
Judi merupakan perbuatan yang dilarang agama. Psikolog Iqbal mengungkapkan praktik judi mengandung adiksi karena memiliki rasa penasaran.
“Kita terus mencoba dan berkhayal memperoleh kekayaan secara instan,” kata Iqbal di akun TikToknya. Menurutnya, salah satu memberantas dan memotong kunci dari adiksi adalah dengan memutus mata rantainya.
Selain itu, mengurangi akses internet. “Tentu saja harus ada dukungan keluarga untuk mengurangi orang terus kecanduan judi online.” ujarnya.
….Judi (judi)
Meracuni kehidupan
Judi (judi)
Meracuni keimanan
Pasti (pasti)
Kar’na perjudian
Orang malas dibuai harapan
Pasti (pasti)
Kar’na perjudian
Perdukunan ramai menyesatkan…